Saya akan mengatakannya dengan jujur: Saya mendukung Kamala Harris sebagai Presiden Amerika Serikat. Ya, Anda tidak salah baca.
Meski gejolak politik di seberang lautan saat ini sering kali terasa seperti drama Netflix yang jauh di masa lalu yang menarik sekaligus menjengkelkan, ada sesuatu tentang Harris yang membuat Anda berhenti menggulir, duduk tegak, dan berpikir, “Tunggu sebentar, dia benar-benar bisa melakukan ini.”
Namun, jangan terburu-buru. Ini lebih dari sekadar tulisan penyemangat; ini adalah pendalaman mengapa, terlepas dari semua kegaduhan dan kemarahan, Harris mewakili masa depan yang sangat dibutuhkan.
Pertama, mari kita bahas masalah yang paling penting: perempuan adalah pihak yang tidak diunggulkan. Meskipun menjabat sebagai Wakil Presiden, Kamala Harris tidak memiliki perjalanan yang mulus. Ia dikritik, dikesampingkan, dan terkadang, sejujurnya, diremehkan. Panggung politik AS bukanlah arena yang mudah, dan untuk setiap kemenangan yang diraihnya, ada kesalahan yang dimanfaatkan oleh para pencelanya dengan gembira. Namun, jika Anda duduk di sana dengan secangkir teh dan berpikir ini adalah hal yang buruk, maka Anda sama sekali tidak mengerti maksudnya. Karena kisah Harris bukanlah tentang kesempurnaan; ini tentang kegigihan. Dan jika ada satu kualitas yang dibutuhkan seorang pemimpin di dunia yang penuh gejolak ini, itu adalah kemauan untuk terus maju ketika peluang tidak berpihak kepada Anda.
Kamala Harris memiliki keberanian yang tidak bisa dipalsukan. Dibesarkan oleh orang tua imigran di dunia yang tidak selalu menggelar karpet merah, dia berjuang keras dari ruang sidang hingga Senat, dan sekarang, Gedung Putih. Dan jujur saja—ada sesuatu yang menyegarkan tentang seorang politisi yang tahu cara melempar dan menerima pukulan juga. Latar belakang Harris sebagai jaksa memberinya keunggulan. Dia tidak takut berdebat, dia tidak takut konfrontasi, dan dia jelas tidak takut membuat keputusan sulit.
Sekarang, beberapa orang akan berpendapat bahwa dia terlalu tangguh, terlalu langsung, atau mungkin terlalu ambisius—kiasan klasik yang digunakan untuk melemahkan wanita yang berkuasa. Namun sejujurnya, dunia sedang kacau saat ini. Perubahan iklim mendatangkan malapetaka, ketidaksetaraan meroket, dan demokrasi itu sendiri terasa seperti berada di ambang kehancuran. Apakah kita benar-benar menginginkan seorang Presiden yang akan duduk di pagar dan bergumam dan bergumam selama empat tahun? Harris, sebaliknya, memiliki rasa urgensi yang sejalan dengan zaman. Kebijakannya mungkin tidak sesuai dengan selera semua orang, tetapi setidaknya dia memilikinya. Dari reformasi peradilan pidana hingga aksi iklim, dia secara konsisten mendorong perubahan dengan cara yang menunjukkan bahwa dia tidak hanya bermain politik—dia benar-benar peduli.
Dan kemudian ada pendiriannya tentang kepemimpinan global, yang, mari kita hadapi, sangat kurang dalam beberapa tahun terakhir. Amerika, yang pernah menunjuk dirinya sendiri sebagai pemimpin dunia bebas, telah terpuruk, menarik diri ke dalam dirinya sendiri dengan cara yang membuat kita semua menatap kehancuran. Namun, Harris mewakili kembalinya diplomasi, kembalinya percakapan yang masuk akal, dan kembalinya kemitraan yang lebih dari sekadar berkicau di Twitter dan membanggakan diri. Dia tidak takut untuk mengkritik kejenakaan Rusia, pelanggaran hak asasi manusia oleh Tiongkok, dan ketidakseimbangan global yang menyebabkan negara-negara kaya menjadi makmur dengan mengorbankan orang lain. Singkatnya, dia membawa tingkat kewibawaan yang sangat dibutuhkan.
Namun, di luar politik, ada sesuatu yang lebih dalam yang membuat saya mendukung Harris: kemanusiaannya. Dia bukan tipe yang bersembunyi di balik klise dan basa-basi. Baik saat dia menghibur keluarga yang berduka atau berbicara terus terang tentang pengalamannya sendiri, ada sisi mentah yang membuatnya menonjol. Ini bukan tentang kesempurnaan; ini tentang koneksi. Dan di dunia di mana politisi sering kali merasa lebih seperti avatar daripada manusia nyata, kemampuan Harris untuk memahami perjuangan sehari-hari sangat berharga.
Beberapa orang akan berkata saya sedang bermimpi, bahwa peluang Harris tipis, dan bahwa Amerika belum siap. Dan mungkin mereka benar. Mungkin AS belum siap. Namun, inilah masalahnya: mendukung Kamala Harris bukan berarti bermain aman. Ini tentang meyakini bahwa politik yang berbeda itu mungkin—politik yang tidak takut untuk turun tangan, mengakui kesalahan, dan memperjuangkan sesuatu yang lebih baik.
Harris mewujudkan ketahanan, kecerdasan, dan kasih sayang yang sangat kita butuhkan dari seorang pemimpin. Dia adalah sosok yang, terlepas dari semua kekurangannya, tampaknya benar-benar peduli dengan masa depan dengan cara yang terasa autentik dan menginspirasi. Jadi, sementara yang lain mungkin merasa puas dengan hal yang sama, saya tetap percaya pada Harris. Karena jika ada satu hal yang saya pelajari dari perjalanannya, itu adalah bahwa dia tidak hanya ingin menang; dia ingin mengubah permainan sepenuhnya. Dan sejujurnya, keberanian seperti itulah yang bisa kita semua gunakan saat ini.